Secara umumnya, pengertian dari PTKP dan PKP merupakan pemahaman dasar yang harus dipahami oleh setiap karyawan.
PTKP merupakan singkatan dari Penghasilan Tidak Kena Pajak, sedangkan PKP memiliki singkatan Penghasilan Kena Pajak.
Kedua istilah ini sangat berperan dalam menentukan jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak, terutama karyawan atau individu yang memperoleh penghasilan.
Ingin tau bagaimana pengertian lengkap dari PTKP dan PKP ini? Simak penjelasan lengkapnya berikut ini!
Table of Contents
Pengertian PTKP dan PKP Dalam PPh 21
Pengertian PTKP dan PKP adalah dua konsep utama yang penting untuk dipahami dalam perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 di Indonesia.
Keduanya berperan penting dalam menentukan berapa besar pajak penghasilan yang harus dibayarkan oleh individu atau karyawan.
Berikut adalah pengertian lengkap dari PTKP dan PKP dalam sebuah PPh 21 di Indonesia!
1. Pengertian PTKP
PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) adalah batas penghasilan dari seorang karyawan yang tidak akan dikenai pemotongan pajak.
Artinya, jika seseorang memiliki penghasilan dalam jumlah tertentu yang tidak melebihi batas PTKP, ia tidak dikenakan pajak penghasilan PPh 21.
PTKP biasanya dipengaruhi oleh status pernikahan dan jumlah tanggungan dari seorang karyawan. Sehingga semakin banyak tanggungan, semakin besar PTKP-nya.
Besarnya PTKP ditentukan oleh pemerintah dan bisa mengalami perubahan dari waktu ke waktu sesuai dengan kondisi ekonomi dan kebijakan terbaru.
2. Pengertian PKP
PKP (Penghasilan Kena Pajak) adalah jumlah penghasilan seseorang yang menjadi dasar pengenaan pajak setelah dikurangi oleh PTKP.
Dengan kata lain, setelah mengurangi total penghasilan seseorang dengan PTKP, sisanya merupakan Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang kemudian akan dikenakan tarif PPh 21.
Semakin besar PKP, semakin besar pula pajak yang harus dibayarkan. PKP dihitung berdasarkan penghasilan bruto dikurangi dengan PTKP.
Tidak semua karyawan akan memiliki jumlah PKP yang sama, hanya karyawan yang sudah memenuhi jumlah penghasilan saja yang akan dikenakan PKP di setiap penggajiannya.
Komponen PTKP dan PKP Pada PPh 21
Setiap perhitungan jumlah PTKP dan PKP pasti memiliki dasar aturan yang harus dipatuhi oleh semua pekerja di Indonesia.
Jumlah pemotongan dari PTKP dan PKP akan dilakukan dengan mengikuti komponen besaran perhitungan yang sudah ada.
Berikut adalah bentuk dari komponen perhitungan PTKP dan PKP di PPh 21 Indonesia!
1. Komponen Perhitungan PTKP
Komponen dari perhitungan PTKP sering kali menjadi satu aspek yang menentukan jumlah gaji akhir dari setiap karyawan.
Pada tahun 2024, besarannya masih sama seperti tahun sebelumnya dimana perhitungannya akan dibedakan dengan beberapa kategori. Beberapa kategori PTKP meliputi:
- Orang Pribadi Lajang (TK/0): Rp 54.000.000 per tahun.
- Wajib Pajak yang Menikah (K/0): Tambahan Rp 4.500.000.
- Tambahan untuk tanggungan (anak/anggota keluarga): Rp 4.500.000 per tanggungan, maksimal 3 tanggungan.
Misalnya, seorang wajib pajak yang sudah menikah dengan satu anak akan memiliki PTKP sebesar:
Rp 63.000.000 (Rp 54.000.000 + Rp 4.500.000 + Rp 4.500.000)​
2. Komponen Perhitungan PKP
Seperti penjelasan dasarnya, PKP adalah penghasilan yang telah dikurangi PTKP. PKP akan dihitung sebagai penghasilan bruto dikurangi dengan PTKP, biaya jabatan, serta iuran BPJS.
Kemudian, PKP akan dikenakan tarif pajak progresif yang berlaku, diantaranya:
-
- 5% untuk PKP hingga Rp 60 juta.
- 15% untuk PKP antara Rp 60 juta hingga Rp 250 juta.
- 25% untuk PKP antara Rp 250 juta hingga Rp 500 juta.
- 30% untuk PKP di atas Rp 500 juta​(
Namun, sejak 2024 terdapat perubahan dalam perhitungan PPh 21 bulanan. Sistem baru ini akan menggunakan tarif efektif rata-rata (TER) berdasarkan penghasilan bruto tanpa mengurangi PTKP​.
Contoh Perhitungan PTKP dan PKP Dalam PPh 21
Setelah memahami penjelasan lengkap dari PTKP dan PKP, rasanya akan sangat kurang apabila tidak melihat contoh langsung dari proses perhitungannya.
Berikut ini kita akan mencoba untuk mempraktekkan cara perhitungan PPh 21, lengkap dengan perhitungan PTKP dan PKP di dalamnya.
Agar lebih mudah memahami perhitungannya, kita akan mengambil satu contoh kasus yang mungkin akan menjadi perkiraan dasar dari keseluruhan perhitungan.
Berikut contoh perhitungan PTKP dan PKP dalam PPh 21!
1. Profil Wajib Pajak
Sebelum mulai menghitung PPh 21, pada contoh kali ini kita akan mengambil satu contoh kasus terlebih dahulu sebagai aspek dasar dalam contoh perhitungannya.
Kali ini, kita akan mengambil kasus wajib pajak dengan gambaran profil seperti berikut:
- Status: Menikah, 1 anak
- Penghasilan bruto: Rp 120.000.000 per tahun
- Potongan BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan: Rp 5.000.000
- PTKP untuk wajib pajak:
- PTKP orang pribadi: Rp 54.000.000
- Tambahan PTKP karena menikah: Rp 4.500.000
- Tambahan PTKP untuk 1 anak: Rp 4.500.000
- Total PTKP: Rp 63.000.000
2. Langkah Perhitungan PPh 21
Setelah tau profil wajib pajaknya, maka saatnya mulai menghitung jumlah PPh 21 yang akan di potong dari penghasilkan si wajib pajak ini.
Berdasarkan informasi dari profilnya, total PTKP dari si wajib pajak adalah Rp 63.000.000 sesuai dengan status pernikahan dan jumlah tanggungannya.
Maka penghasilannya akan dihitung seperti ini:
1. Tahap 1 : Penghasilan bruto – Dikurangi potongan = Penghasilan neto
Rp 120.000.000 – Rp 5.000.000 = Rp 115.000.000
2. Tahap 3 : Penghasilan neto – PTKP = PKP
Rp 115.000.000 – Rp 63.000.000 = Rp 52.000.000
3. Tahap 3 : Perhitungan PPh terutang
Karena PKP berada di bawah Rp 60.000.000, maka tarif pajak yang digunakan adalah 5%.
PPh terutang: 5% × Rp 52.000.000 = Rp 2.600.000 per tahun
Jadi, PPh 21 yang harus dibayar oleh wajib pajak adalah Rp 2.600.000 per tahun berdasarkan penghasilan dan potongan yang dimiliki.
Peran PTKP dan PKP Dalam PPh 21
Kedua komponen ini akan berfungsi untuk menentukan seberapa besar pajak penghasilan yang harus dibayar oleh wajib pajak (karyawan dan perusahaan).
PTKP bertindak sebagai pengurang penghasilan yang dianggap sebagai beban hidup seseorang dan keluarganya, sementara PKP adalah dasar pengenaan pajak setelah penghasilan bersih dikurangi PTKP.
Pemerintah Indonesia menggunakan sistem tarif pajak progresif, di mana semakin tinggi PKP seseorang maka semakin besar pula persentase pajak yang dikenakan.
Hal ini bertujuan untuk menciptakan keadilan dalam pemungutan pajak, di mana individu dengan penghasilan lebih tinggi menanggung beban pajak yang lebih besar.
Larangan Dalam Perhitungan PTKP dan PKP
Dalam perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia, terdapat beberapa larangan dan aturan yang perlu di waspadai.
Perusahaan harus lebih memperhatikan larangan-larangan yang terjadi dalam perhitungan PTKP dan PKP. Hal ini karena pada dasarnya PPh 21 cukup sensitif dalam lingkungan kerja.
Maka dari itu, perusahaan harus memastikan bahwa larangan tersebut tidak terjadi saat membayar pajak karyawannya.
Berikut adalah beberapa larangan dan hal yang harus diperhatikan!
1. Larangan dalam Perhitungan PTKP
Terdapat beberapa larangan yang mungkin wajib diperhatikan perusahaan ketika ingin menghitung PTKP dalam PPh 21. Berikut adalah larangan-larangan tersebut:
- Menggandakan PTKP: Setiap Wajib Pajak hanya berhak atas satu PTKP. Jika seorang Wajib Pajak memiliki lebih dari satu sumber penghasilan, PTKP tetap hanya dihitung satu kali.
- Mengklaim PTKP yang Tidak Sesuai: Hanya individu yang memenuhi syarat yang bisa mengklaim PTKP. Misalnya, jika seorang Wajib Pajak sudah menikah dan memiliki anak, harus menggunakan PTKP yang sesuai dengan status tersebut.
- Mengabaikan Peraturan Terbaru: PTKP bisa berubah setiap tahunnya. Wajib Pajak harus memperhatikan peraturan terbaru yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
2. Larangan dalam Perhitungan PKP
Selain larangan PTKP, terdapat juga beberapa larangan dalam perhitungan PKP di PPh 21. Berikut adalah beberapa larangan dalam berhitungan tersebut:
- Menghitung PKP Tanpa Mempertimbangkan Penghasilan Lain: Semua sumber penghasilan harus dihitung dalam perhitungan PKP. Mengabaikan penghasilan dari sumber lain dapat berakibat pada penghindaran pajak.
- Tidak Memperhitungkan Biaya yang Diperbolehkan: Dalam menghitung PKP, Wajib Pajak harus memperhitungkan biaya-biaya yang diizinkan sesuai ketentuan pajak. Mengabaikan biaya yang sah bisa mengakibatkan PKP yang lebih tinggi dari yang seharusnya.
- Mengklaim Pengurangan yang Tidak Valid: Hanya biaya yang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang bisa dikurangkan dari penghasilan bruto. Mengklaim biaya yang tidak terkait dengan usaha atau yang tidak memiliki bukti yang valid adalah larangan.
- Menggunakan Data yang Tidak Akurat: Dalam menghitung PKP, semua data harus akurat dan lengkap. Menggunakan data yang salah atau tidak lengkap dapat berakibat pada sanksi administrasi atau denda.