Memahami makna overqualified akan menjadi hal penting ketika proses rekrutmen dan hubungan kerja berlangsung.
Ketika berbicara tentang dunia kerja, istilah “overqualified” mungkin sering kita dengar dalam diskusi antara pelamar dan perekrut.
Namun, apa itu overqualied? Dan kenapa hal ini menjadi pembahasan penting antara HRD dan pekerjanya?
Pada artikel ini, kita akan memahami lebih dalam makna dari sebuah overqualifed berdasarkan dua sudut pandang sekaligus.
Simak penjelasan lengkapnya berikut ini!
Table of Contents
Apa Itu Overqualified?
Berdasarkan penjelasan dari recruitfirst.co.id, overqualified merupakan istilah diberikan kepada kandidat kerja yang memiliki kemampuan melebihi kriteria dari perusahaan.
Secara lengkapnya, overqualified dapat diartikan sebagai kondisi di mana seorang kandidat memiliki kualifikasi, pengalaman, atau keahlian yang jauh melebihi apa yang dibutuhkan untuk suatu posisi kerja tertentu.
Misalnya, seorang kandidat dengan gelar magister dan pengalaman kerja 10 tahun melamar untuk posisi entry-level yang biasanya diperuntukkan bagi fresh graduate.
Meskipun terlihat positif, istilah ini sering kali membawa konotasi negatif dalam proses rekrutmen berlangsung.
Perekrut sering kali akan merasa ragu untuk mempekerjakan kandidat overqualified, karena beberapa alasan yang mungkin tidak sejalan dengan aturan perusahaan.
Oleh karena itu, baik HRD ataupun pekerja harus memahami makna dari overqualified ini untuk bijak dalam berkerjasama.
Perspektif HRD Terhadap Kandidat Overqualified
Dari sudut pandang HRD, mempekerjakan seseorang yang overqualified bisa menjadi pedang bermata dua di kemudian hari.
Meskipun tidak semua kandidat overqualified memiliki kecenderungan ini. Namun, banyak HRD yang memilih jalur aman ketika ingin mencari pekerja yang pas untuk perusahaan.
Berikut adalah beberapa alasan mengapa perekrut sering kali berhati-hati dengan kandidat overqualified!
1. Tingkat Kepuasan Kerja
HRD sering kali khawatir bahwa kandidat overqualified akan cepat merasa bosan dengan pekerjaan yang mereka anggap terlalu sederhana.
Ketika karyawan merasa bahwa tugas yang diberikan tidak cukup menantang, mereka cenderung kehilangan semangat dan motivasi dalam berkerja.
Dalam jangka panjang, hal ini dapat memengaruhi produktivitas dan bahkan menciptakan lingkungan kerja yang kurang harmonis.
Oleh karena itu, perekrut biasanya mencari kandidat yang dirasa benar-benar dapat menikmati peran yang mereka lamar.
2. Tingkat Turnover Tinggi
Kekhawatiran terbesar lainnya dari seorang HRD ketika merekrut kandidat overqualified adalah risiko turnover yang tinggi.
Kandidat dengan kualifikasi lebih mungkin akan terus mencari peluang lain yang lebih sesuai dengan kemampuan mereka.
Ketika seorang karyawan pergi dalam waktu singkat, perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk rekrutmen baru dan pelatihan ulang,. Hal ini tentu akan mengganggu operasional perusahaan.
Oleh karena itu, HRD cenderung akan lebih berhati-hati dalam membuat keputusan offfering. Khususnya bagi mereka yang sudah overqualified di posisi tertentu.
3. Masalah Hierarki Pekerja
Dalam beberapa kasus, HRD juga merasa bahwa kandidat dengan pengalaman lebih tinggi akan sulit menerima arahan dari atasan yang mungkin memiliki kualifikasi lebih rendah.
Ketegangan seperti ini berpotensi menciptakan konflik internal dan mengganggu kerja sama tim dalam jangka panjang.
Selain itu, HRD juga khawatir bahwa kandidat overqualified dapat memengaruhi dinamika organisasi dengan cara yang tidak diinginkan.
Contohnya seperti menantang otoritas manajer, atau bahkan mengubah struktur kerja yang telah ada di perusahaan.
Perspektif Pekerja yang Sudah Overqualified
Selain memahami dari sudut pandang HRD, ada baiknya kita juga memahami makna overqualified dari sudut pandang pekerjanya juga.
Dari sisi pekerja, ada banyak alasan mengapa seseorang yang memiliki kualifikasi tinggi memilih untuk melamar posisi yang dianggap lebih rendah.
Berikut adalah beberapa alasan kenapa para pekerja yang sudah overqualified memilih turun posisi ketika melamar di tempat lain!
1. Kebutuhan Ekonomi Mendesak
Dalam situasi ekonomi tertentu, pekerja mungkin memprioritaskan mendapatkan pekerjaan demi stabilitas finansial daripada menunggu posisi yang ideal bagi mereka.
Misalnya, seseorang yang kehilangan pekerjaan secara mendadak mungkin memilih melamar pekerjaan dengan kualifikasi lebih rendah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Kondisi seperti ini akan membuat mental pekerja menjadi lebih terbuka, sehingga mereka harus menyesuaikan diri dengan posisi yang dilamar.
Bagi mereka, memiliki penghasilan meskipun tidak ideal, adalah satu langkah yang baik daripada mempertahankan ego dengan menganggur.
2. Perubahan Jenjang Karier
Kandidat overqualified, sering kali melamar posisi entry-level saat mereka berusaha pindah ke industri baru yang belum sepenuhnya mereka kuasai.
Misalnya, seorang profesional di bidang teknik, ingin beralih ke pemasaran karena alasan personal. Mereka tentu akan melamar pada tingkat pemula untuk membangun pengalaman baru.
Dalam konteks ini, pengalaman sebelumnya menjadi nilai tambah dalam sisi profesional meskipun tidak sepenuhnya relevan dengan peran baru.
Namun, kualitas kerja mereka masih harus menyesuaikan para freshgraduate karena harus belajar kembali dari awal.
3. Lokasi atau Kondisi Khusus
Beberapa kandidat mungkin melamar pekerjaan di lokasi yang berbeda dari tempat kerja sebelumnya karena alasan tertentu.
Kondisi seperti ini sering kali membuat pekerja lebih fleksibel dalam menerima posisi yang mungkin tidak sepenuhnya sesuai dengan kualifikasi mereka.
Faktor lokasi atau kebutuhan pribadi ini sering kali lebih penting daripada kecocokan kualifikasi formal dalam berkarir.
Mereka juga harus menyesuaikan siklus kerja di area baru, dan harus menerima bahwa pengalaman mereka dinilai lebih biasa dari sebelumnya.
4. Fleksibilitas Dalam Kerja
Dalam industri kerja, Posisi yang lebih rendah kadang menawarkan fleksibilitas yang lebih baik. Misalnya jam kerja yang lebih ringan atau tekanan yang lebih rendah.
Alasan ini menjadi hal yang membuat banyak pekerja memilih untuk kembali pada profesi yang tidak banyak tuntutan.
Mereka yang sudah mencapai tahap tertentu dalam karier, akan merasa jenuh dan memilih untuk mencari keseimbangan antara kerja dan kehidupan.
Sehingga akhirnya, para pekerja ini akan lebih senang terhadap posisi dengan tanggung jawab yang lebih ringan dari pada pekerjaan sebelumnya.
Bagaimana Menjembatani Perbedaan Perspektif Ini?
Untuk menciptakan kesepahaman antara HRD dan kandidat overqualified, ada beberapa langkah yang bisa diambil ketika negosiasi kerja berlangsung.
Berikut adalah beberapa langkah tersebut!
1. Transparansi Sejak Awal
HRD dan kandidat yang sudah overqualified, perlu memiliki komunikasi yang jujur sejak tahap wawancara berlangsung.
Kandidat dapat menjelaskan alasan mereka melamar posisi tersebut, dan komitmen mereka untuk tetap bertahan. Di sisi lain, HRD harus terbuka tentang harapan perusahaan.
Komunikasi yang transparan ini membantu kedua belah pihak memahami kebutuhan dan ekspektasi masing-masing sehingga keputusan yang diambil lebih tepat.
2. Fokus pada Kesesuaian Nilai
Daripada hanya menilai kualifikasi, HRD dapat memprioritaskan kecocokan kandidat dengan budaya perusahaan.
Ketika kandidat yang memiliki visi dan nilai yang sejalan dengan perusahaan, mereka cenderung akan lebih berkomitmen dalam berkerja.
Dengan demikian, fokus pada kesesuaian budaya dapat membantu mengurangi risiko turnover. Meskipun kandidat tersebut sudah overqualified untuk posisi tertentu.
3. Memberikan Tantangan Baru
Jika mempekerjakan kandidat overqualified, perusahaan dapat menawarkan proyek tambahan atau peluang pengembangan diri.
Dengan cara ini, kandidat tetap merasa tertantang dan termotivasi dalam menjalani aktivitas mereka sehari-hari.
Memberikan ruang untuk berinovasi juga dapat menjadi cara efektif dalam memanfaatkan potensi mereka tanpa membuat mereka merasa terjebak dengan peran yang terlalu sederhana.