Kesalahan penilaian kinerja pada karyawan akan berakibat fatal jika HRD tidak memperhatikan unsur-unsur penilaiannya.
Setiap pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan pada perusahaan tentu memiliki proses penilaian yang sesuai dengan jenis profesinya.
Setiap profesi tersebut memiliki target dan tujuan yang berbeda, dimana akan menjadi alat untuk menentukan baik atau buruknya kualitas kerja seorang karyawan.
Banyaknya profesi dengan target kerja yang berbeda-beda ini, sering membuat HRD bingung dalam mengambil penilaian kinerja.
Hasilnya, banyak kesalahan dalam penilaian kinerja yang terjadi akibat kurangnya tingkat fleksibelitas HRD saat menganalisa bentuk kerja karyawan.
Jika dilihat dari kebiasaan di lingkungan kerja, ada sekitar 6 bentuk kesalahan penilaian yang sering dilakukan HRD saat berkerja.
Ingin tau apa saja kesalahan penilaian kinerja tersebut? Ayo simak informasi lengkapnya di bawah ini!
6 Kesalahan Penilaian Kinerja yang Sering Dilakukan HRD
Seorang HRD pada dasarnya harus memahami bahwa proses penilaian kinerja yang akurat membutuhkan teknik analisa yang baik dan luas.
Proses penilaian kinerja ini harus dilakukan secara general, dimana setiap karyawan akan dinilai sesuai dengan porsi kerjanya masing-masing.
Namun sayangnya, masih terdapat beberapa kebiasaan buruk yang seharusnya tidak dilakukan HRD ketika menilai kinerja karyawan.
Kebiasaan buruk ini akhirnya menjadi alasan banyaknya kesalahan penilaian kinerja yang terjadi di lingkungan kerja.
Berikut adalah 6 kesalahan yang sering dilakukan seorang HRD saat menilai kinerja karyawan!
1. Kecenderungan Sentral (Central Tendency)
Kebiasaan buruk pertama yang sering dilakukan HRD pada saat menilai kinerja karyawan adalah memberikan penilaian standar dalam semua jenis kinerja.
Kecenderungan sentral merupakan kebiasaan HRD untuk memberikan nilai dalam bentuk setengah-setengah pada semua aspek kerja.
Kebiasaan ini biasanya dilakukan karena adanya rasa ketidaknyamanan seorang HRD untuk menilai secara spesifik dan tegas.
Proses penilaian dengan kecenderungan sentral ini akan menghasilkan penilaian yang ambigu. Dimana kinerja karyawan akan selalu berada dalam kondisi aman saja.
Akhirnya, karyawan tidak akan bisa memperoleh penghargaan jika kualitas mereka baik, dan tidak bisa memperbaiki kekurangan jika kualitas mereka buruk.
2. Efek Halo (Halo Effect)
Biasanya, seorang HRD yang memiliki kebiasaan efek halo akan melakukan penilaian kinerja melalui satu aspek yang bisa dilakukan oleh semua karyawan.
Aspek kerja yang dinilai tersebut juga dilihat secara umum, dimana tidak akan bisa menjadi aspek penilaian kinerja karyawan secara keseluruhan.
Contohnya seorang HRD akan menilai kinerja karyawan dengan melihat tingkat komunikatifnya saja.
Maka proses penilaian baik dan buruknya kinerja semua karyawan akan dinilai berdasarkan kualitas komunikasi mereka dengan HRD saja.
Kebiasaan ini akan menghasilkan penilaian yang bias, sehingga banyak karyawan akan merasa diperlakukan secara tidak adil.
3. Keketatan (Strictness)
Kebiasaan HRD untuk menilai karyawan dengan standar yang tinggi juga akan menghasilkan kesalahan dalam penilaian kinerja.
Keketatan dalam penilaian ini sering dilakukan HRD dengan cara menaikkan target kinerja yang tidak sesuai dengan persetujuan awal.
Sehingga akhirnya, setiap karyawan yang sudah menyelesaikan pekerjaan sesuai target awal akan dinilai tidak cukup oleh HRD.
Kebiasaan ini akan membuat banyak karyawan memperoleh nilai dibawa standar, sehingga bisa beresiko pada karir mereka.
HRD seharusnya melakukan penilaian sesuai dengan perjanjian awal karyawan pada perusahaan. Sehingga akhirnya proses penilaian bisa selaras dengan kemampuan karyawan.
4. Kelonggaran (Leniency)
Berbanding terbalik dengan keketatan, banyak HRD juga sering melakukan kebiasaan buruk dengan memberikan kelonggaran dalam proses penilaian kinerja.
Kelonggaran pada proses penilaian ini biasanya terjadi karena HRD tidak ingin mengalami konflik dengan karyawan.
Dalam prosesnya, HRD akan menaikkan penilaian dari hasil kerja karyawan diatas rata-rata. Sehingga akhirnya kinerja karyawan dianggap sudah mencapai target.
Kebiasaan ini akan sangat berpengaruh pada tingkat produktifitas perusahaan, dimana karyawan bisa lebih santai dalam berkerja.
Sedikit demi sedikit, kebiasaan ini akan menghasilkan kualitas kerja yang semakin memburuk karena kurangnya evaluasi secara nyata.
5. Efek Baru-baru ini (Recency Effect)
Penilaian dengan efek baru-baru ini adalah penilaian yang tidak akan mencerminkan kualitas kerja secara keseluruhan.
Kebiasaan buruk seorang HRD yang menggunakan efek ini bisa dilihat dari jangkauan penilaian yang mereka lakukan.
Dalam pelaksanaannya, seorang HRD akan menilai kualitas kerja karyawan hanya berdasarkan bentuk kinerja dalam waktu dekat saja.
Misalkan dalam satu periode kerja terdapat beberapa minggu, HRD hanya akan menilai kualitas kerja pada minggu terakhir saja.
Dampak dari kebiasaan ini akan memberikan hasil penilaian yang tidak lengkap, sehingga bisa membuat ambigu penilaian kinerja dalam konteks keseluruhan.
6. Prasangka Pribadi (Personal Prejudice)
Kebiasaan buruk HRD lainnya dalam proses penilaian kinerja adalah menentukan kualitas kerja berdasarkan prasangka pribadi.
Kesalahan penilaian kinerja karyawan bisa bermula dari prasangka HRD yang tidak baik pada seorang karyawan.
Dalam konteks prasangka pribadi ini, seorang HRD akan menilai bentuk kinerja karyawan berdasarkan isi pemikiran pribadi.
Penilaian dengan menggunakan prasangka pribadi ini dianggap tidak profesional karena sudah menggunakan perasaan pribadi HRD.
Penilaian kinerja yang benar harus dilakukan secara general dan tidak boleh berbeda-beda di setiap kelompok tertentu.
Dampak Buruk Kesalahan Penilaian Kinerja
Kesalahan dalam penilaian kinerja karyawan tentu akan memberikan dampak buruk secara berkepanjangan di lingkungan perusahaan.
Bukan tanpa sebab, dampak buruk ini dapat menjadi besar karena objek utama dari penilaian kinerja adalah kualitas karyawan.
Bentuk penilaian yang salah akan sangat berpengaruh pada karir karyawan, sehingga HRD harus lebih berhati-hati dalam melaksanakannya.
Berikut ini terdapat beberapa dampak buruk yang akan terjadi apabila HRD salah saat melakukan penilaian kinerja!
1. Karyawan Menjadi Kecewa
Rasa kecewa karyawan adalah dampak buruk pertama yang pasti akan terjadi apabila terdapat kesalahan dalam penilaian kinerja.
Penilaian kinerja yang tidak memiliki dasar pengukuran yang jelas tentu akan menghasilkan bentuk analisa yang keliru.
Kekeliruan ini akan menghasilkan bentuk penilaian yang salah terhadap kinerja yang sudah dilakukan karyawan.
Hal ini akan membuat banyak karyawan kecewa, karena usaha mereka dinilai secara keliru dan tidak sesuai komponen yang tepat.
2. Rasa Ketidakadilan Muncul
Kebiasaan buruk dalam proses penilaian kinerja juga akan menghasilkan pengukuran yang tidak selaras dengan aslinya.
Beberapa karyawan yang mungkin mempunyai hubungan yang baik dengan HRD akan memperoleh penilaian yang baik.
Sedangkan karyawan sisanya akan memperoleh nilai yang tidak sesuai dengan hasil kerja yang mereka lakukan.
Gambaran kondisi ketidakadilan tersebut akan muncul apabila seorang HRD tidak menjaga kualitas penilaiannya dalam berkerja.
3. Karir Karyawan Terhambat
Kebiasaan buruk dalam proses penilaian kinerja juga akan menghambat jenjang karir karyawan.
Hal ini karena bentuk kesalahan pada penilaian bisa membuat kualitas kinerja karyawan terlihat tidak sesusai target.
Perusahaan hanya akan melihat kualitas kerja karyawan melalui laporan kinerja yang diberikan HRD.
Dan apabila laporan kinerja karyawan tidak sesuai kualifikasi, maka karyawan tidak akan mampu mengembangkan karir mereka di perusahaan tersebut.
4. Menimbulkan Stres dan Kecemasan
Semua HRD dan karyawan juga akan merasakan stres dan kecemasan secara berturut-turut jika terdapat kesalahan saat proses penilaian kinerja berlangsung.
Pada sudut pandang HRD, kesalahan pada penilaian kinerja akan membuat mereka terlihat tidak kompeten dalam berkerja.
Sehingga HRD akan mendapatkan banyak komplen dari karyawan yang membuat mereka stres serta menimbulkan kecemasan.
Sedangkan dalam sudut pandang karyawan, rasa cemas dan stres muncul karena kesalahan penilaian kinerja bisa saja membayakan posisi mereka saat berkerja.
Cara Menghindari Kesalahan Penilaian Kinerja
Kesalahan penilaian kinerja karyawan tentu bisa dihilangkan jika HRD mengubah sistem pekerjaannya.
Terdapat beberapa cara yang bisa dilakukan HRD apabila ingin menghindari kesalahan dalam penilaian kinerja.
Berikut adalah beberapa cara menghindari kesalahan penilaian kinerja karyawan tersebut!
1. Latih Penilaian Tanpa Rasa Bias
Seorang HRD bisa melaksanakan kegiatan penilaian kinerja dengan tepat apabila tidak bias pada karyawan.
Kata bias disini memiliki makna keberpihakan atau kedekatan seorang HRD dengan karyawan. Sifat bias ini adalah sifat yang tidak profesional di lingkungan kerja.
Seorang HRD harus mampu bersikap netral dalam mengelola SDM perusahaan agar kestabilan lingkungan kerja bisa terjaga.
Oleh karena itu, melatih sistem penilaian tanpa rasa bias bisa menjadi solusi HRD untuk memperbaiki kesalahan dalam penilaian kinerja.
2. Gunakan Instrument Penilaian Akurat
Selain mengurangi tingkat kebiasan, HRD juga harus mengubah instrument penilaiannya menjadi lebih akurat dan lengkap.
Perbedaan target kerja bagi setiap karyawan membuat HRD harus mempersiapkan instrument penilaian yang lebih bervariasi.
HRD harus mampu memperhitungkan bentuk kinerja yang berbeda-beda namun tetap akurat sesuai dengan profesi karyawan.
Penentuan instrument penilaian yang bervariasi ini bisa dilakukan dengan cara menganalisa dan terjun langsung pada lingkungan kerja karyawan.
3. Berikan Feedback Penilaian yang Spesifik
Setelah proses penilaian terjadi, seorang HRD juga harus mampu memberikan feedback yang spesifik terhadap kinerja karyawan.
Pemberian feedback yang spesifik menandakan bahwa proses penilaian dilakukan dengan benar dan sesuai dengan realita.
Pemberian feedback ini menjadi hal yang wajib bagi HRD karena akan sangat berguna untuk semua karyawan.
Selain menumbuhkan rasa percaya terhadap hasil penilaian, karyawan juga bisa berkembang dalam melaksanakan pekerjaan kedepannya.
4. Bangun Budaya Komunikasi Terbuka
Kesalahan dalam penilaian kinerja dijamin akan semakin berkurang apabila HRD membangun budaya komunikasi secara terbuka.
Perlu diketahui bahwa seorang HRD adalah manusia biasa yang mungkin bisa salah. Tidak semua hasil penilaian HRD bisa akurat dalam satu kali analisa saja.
Oleh karena itu, proses komunikasi secara terbuka antara HRD dan karyawan diperlukan untuk memperbaiki kesalahan yang ada.
Budaya komunikasi terbuka bisa membantu karyawan menjadi lebih mudah dalam menyampaikan target kinerja mereka pada HRD.
5. Evaluasi Kinerja Secara Berkala
Proses penilaian kinerja pada dasarnya tidak bisa dilakukan hanya sekali waktu saja dalam satu periode.
Para HRD harus melakukan proses evaluasi kinerja secara bertahap, dimana akan terjadi selama beberapa waktu tertentu.
Melakukan evaluasi kinerja secara berkala akan memberikan hasil penilaian menjadi lebih lengkap.
HRD bisa lebih memahami cara penyelesaian kerja yang dilakukan oleh setiap karyawan. Hal tersebut akan menjadi bahan penilaian kinerja yang cukup akurat bagi HRD.