Sebagai pekerja, memahami aturan cuti kerja mungkin akan membantu untuk memastikan bahwa hak-hak Anda dilindungi dengan baik oleh perusahaan.
Perlu diketahui secara jelas, bahwa hak cuti ini merupakan aturan wajib yang harus diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya.
Namun sayangnya, banyak para pekerja yang masih belum terlalu memahami aturan cuti. Hingga akhirnya, banyak perusahaan yang mengabaikan hak karyawan ini.
Pada artikel ini, kita akan mengenal lebih dalam aturan hukum yang menjelaskan tentang hak cuti karyawan ketika berkerja.
Ini dia beberapa informasi penting seputar cuti kerja yang harus dipahami oleh semua karyawan!
Table of Contents
Apa Itu Aturan Hak Cuti Kerja?
Secara umumnya, hak cuti kerja ini akan merujuk pada waktu libur atau istirahat yang diberikan kepada pekerja tanpa pemotongan gaji
Di Indonesia, hak cuti ini diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, yang memastikan bahwa setiap pekerja memiliki kesempatan untuk beristirahat ketika berkerja.
Terdapat beberapa aspek yang membuat aturan cuti kerja ini legal di Indonesia. Diantara bisa karena menjaga kesehatan, atau memenuhi kebutuhan pribadi karyawan atau keluarganya.
Selain itu, aturan ini diperkuat oleh peraturan-peraturan lainnya seperti PP No. 35 Tahun 2021 sebagai turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja.
Tujuannya dari semua aturan cuti ini adalah untuk memberikan standar perlindungan yang adil dan sesuai dengan perkembangan kebutuhan pekerja modern saat ini.
Jenis-Jenis Hak Cuti Kerja Berdasarkan Hukum Indonesia

Sebagai karyawan yang aktif dalam berkerja, penting untuk mengetahui jenis-jenis cuti yang diatur oleh undang-undang negara Indonesia.
Berikut adalah beberapa jenis cuti kerja yang dijamin oleh hukum di Indonesia:
1. Cuti Tahunan
Jenis cuti pertama yang menjadi kewajiban mutlak yang harus diberikan perusahaan kepada karyawan adalah cuti tahunan.
Aturan ini dinyatakan pada Pasal 79 Ayat (2) Undang-Undang Ketenagakerjaan. Dimana isinya menjelaskan bahwa pekerja yang telah bekerja selama 12 bulan berhak atas cuti tahunan selama 12 hari kerja.
Oleh karena itu, perusahaan wajib memberikan cuti ini kepada seluruh karyawannya. Namun, pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan kebijakan internal.
Perusahaan juga tidak diperbolehkan menggugurkan hak cuti ini tanpa persetujuan secara langsung dari karyawannya sendiri.
2. Cuti Sakit
Selain cuti tahunan, perusahaan juga wajib memberikan cuti sakit bagi para pekerjanya yang sedang dalam kondisi tidak vit untuk berkerja.
Hak cuti sakit ini diatur dalam Pasal 93 Ayat (2) huruf a, dimana isinya menyatakan bahwa pekerja yang sakit dan tidak dapat bekerja tetap berhak atas upah penuh selama masa sakit.
Namun, pekerja harus memberikan bukti berupa surat keterangan dokter yang sah dan asli sebagai jaminan bahwa kondisinya sedang urgent.
Hak ini memberikan jaminan kepada karyawan untuk fokus pada pemulihan kesehatan tanpa takut kehilangan penghasilan mereka.
3. Cuti Hamil dan Melahirkan
Bagi para pekerja wanita, ketika waktu kehamilannya mencapai masa kesulitan berkerja, maka mereka berhak atas cuti melahirkan selama 3 bulan.
Aturan ini tercatat dalam UU No 4/2024 tentang KIA, di mana waktu cutinya terdiri dari 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan.
Dan apabila terjadi kondisi yang tidak mendukung ibu untuk berkerja cepat, maka perusahaan juga harus memberikan tambahan waktu cuti 3 bulan lagi untuk pemulihan pasca melahirkan.
Hak ini bertujuan memberikan waktu yang cukup bagi ibu untuk mempersiapkan kelahiran dan memulihkan diri.
Selain itu, pekerja pria juga memiliki hak untuk cuti mendampingi istri melahirkan. Meskipun durasinya biasanya lebih singkat dan tergantung pada kebijakan perusahaan.
4. Cuti Besar
Pada Pasal 79 Ayat (3) UU Ketenagakerjaan, terdapat aturan yang menjelaskan tentang hak cuti panjang (cuti besar) selama 2 bulan untuk para karywan yang sudah berkerja selama 6 tahun lebih.
Aturan ini berlaku bagi semua jenis karyawan, dengan catatan karyawan tersebut tidak mengambil cuti tahunan dalam 2 tahun berturut-turut.
Hak cuti besar ini sering kali diterapkan di perusahaan besar atau institusi pemerintah, dan biasanya diatur lebih rinci dalam perjanjian kerja bersama (PKB).
5. Cuti Alasan Penting
Jika karyawan memiliki kegiatan penting dalam kehidupan pribadi mereka, maka perusahaan wajib memberikan cuti untuk menjalani kegiatan penting tersebut.
Aturan cuti ini dijelaskan dalam Pasal 93 Ayat (4), dimana isinya menyatakan bahwa pekerja berhak cuti karena alasan penting, seperti menikah, kematian anggota keluarga inti, atau kelahiran anak.
Durasi cuti ini bervariasi sesuai kebutuhan dan kebijakan perusahaan. Misalnya, cuti menikah akan diberikan selama 3 hari kerja, sementara cuti karena anggota keluarga meninggal bisa lebih singkat.
Ketentuan Penting dalam Penggunaan Cuti Karyawan
Meski hak cuti dijamin oleh undang-undang, pelaksanaannya tetap memerlukan pengaturan yang baik antara kedua belah pihak.
Berikut adalah tiga ketentuan penting yang harus diperhatikan ketika ingin melaksanakan aturan cuti kerja dengan baik dan benar!
1. Proses Pengajuan
Pengajuan cuti pada dasarnya harus dilakukan sesuai prosedur yang ditetapkan perusahaan. Contohnya seperti mengisi formulir atau menggunakan aplikasi internal.
Karyawan juga disarankan untuk mengajukan cuti jauh-jauh hari, terutama untuk cuti tahunan. Hal ini berguna untuk menghindari konflik yang terjadi akibat bentrokan jadwal kerja.
2. Cuti yang Tidak Diambil
Berdasarkan Pasal 79 Ayat (4) UU Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa jika cuti tahunan tidak diambil oleh karayawan, maka perusahaan dapat memberikan kompensasi berupa uang.
Namun, kompensasi ini hanya berlaku jika telah disepakati sebelumnya dalam kontrak kerja atau perjanjian kerja bersama. Apabila tidak ada kesepakatan yang sah, maka perusahaan tidak wajib membayarnya.
3. Larangan Penolakan Sepihak
Aturan cuti kerja merupakan hak wajib bagi semua karyawan. Oleh karena itu, perusahaan tidak diperbolehkan menolak pengajuan cuti tanpa alasan yang jelas.
Jika penolakan terjadi, pekerja berhak mengajukan keluhan ke Dinas Tenaga Kerja. Dimana nantinya, perusahaan akan mendapatkan sanksi atau peringatan secara langsung.